Dalam konteks kepemimpinan modern, pemimpin ideal harus menyeimbangkan dua aspek penting: relasi dan aset. Relasi yang kuat dengan tim, masyarakat dan stakeholders membangun kepercayaan dan loyalitas. Sementara itu, aset seperti kekuasaan, pengaruh dan sumber daya memperkuat posisi pemimpin.
Dari statement tersebut, muncul sebuah tanda tanya besar?
Mana yang lebih penting? Apakah relasi yang harmonis atau aset kekuasaan yang strategis?
Maka dari itu, forum hari ini mengangkat tema Relasi dan Aset: Mana yang Lebih Vital Dalam Kepemimpinan?
Aku setuju kalau relasi dan aset itu penting banget buat seorang pemimpin, tapi ada rahasia yang sering dilupakan: moralitas, niat baik, dan konsistensi.
Bayangin, kalau seorang pemimpin punya kekuasaan segunung tapi moralnya jongkok, atau relasi seluas samudra tapi niatnya cuma buat keuntungan pribadi—apa itu pemimpin yang bisa dipercaya? Relasi tanpa niat baik itu manipulasi, dan aset tanpa moral cuma alat buat mendominasi.
Moralitas itu kayak kompas—tanpanya, pemimpin bakal gampang tersesat. Dan konsistensi? Itu cara pemimpin menunjukkan dia serius dan layak dipercaya. Kalau hari ini bilang A, besok B, terus lusa Z, siapa yang nggak pusing?
Syarat untuk menjadi seorang pemimpin adalah memiliki followers, analoginya apakah berdiri di mihrab untuk imam sudah pasti menjadi imam?? tentu saja tidak, percuma saja kalau berdiri di mihrab tanpa adanya makmum atau followers di belakangnya. Pertanyaannya adalah, bagaimana cara agar mempunyai followers?? tentu dengan beberapa variabel seperti integritas dan kompetensi, dengan kedua variabel tersebut para followers akan mempercayai anda sebagai seorang pemimpin.
Kemudian seorang pemimpin bukanlah seorang penguasa, meskipun seorang pemimpin mempunyai aset tetapi seorang pemimpin harus bersifat egaliter. Dimana seorang pemimpin tidak hanya memimpin kebawah tetapi juga harus bisa memimpin dari berbagai arah, mulai dari keatas, kebawah, dan kesamping. Maka aset itu memang penting tetapi dengan cara yang benar yaitu sifat egaliter.
Kualitas dari suatu kepemimpinan dilihat dari bagaimana yang lemah diperlakukan, karena mau bagaimanapun hierarki akan tetap ada, ini adalah tentang bagaimana kesejahteraan itu berlaku tidak hanya untuk orang yang berada di atas, tetapi juga untuk orang yang dibawah. Hal ini bisa di dapatkan jika gaya kepimimpinan dilandasi dengan komitmen kemanusiaan.