Instansi besarr ini telah berdiri tegak selama 28 tahun, mencatatkan namanya di peta dunia akademis dengan penuh kebanggaan. Insan Cendekia, sebuah label yang dahulu berkilau, kini mulai meredupp seakan suara lantang yang dulunya mampu mengguncang, kini hanya sisa gema yang terlupakan. Monster apa yang tengah mengendalikan lembaga raksasa ini? Bayangkan seberapa dahsyat kkuatan makhluk yang menggerakkan roda institusi ini, sampai-sampai sistem yang telah terbukti menelurkan ribuan lulusan berkualitas kini tiba-tiba dianggap rapuh dan usang.
Kalian, yang mendeklarasikan diri sebagai penyelamat anak-anak bangsa, mungkin tak sadar bahwa kekhawatiran kalian justru memperlihatkan betapa dangkalnya pemahaman kalian terhadap permasalahan yang ada. Sistem yang telah berjalan selama puluhan tahun. Apa kata mereka doktor, pengusaha, dan profesional unggul yang dibentuk di Instansi ini? Apakah kita ingin melepaskan segala pencapaian itu demi sebuah ide yang tak lebih dari sekadar ilusi kemudahan?
Sistem ini menyakiti anak-anak kalian? Apa kata kalian, orangtua yang dengan bangga menyebut diri sebagai pelindung generasi? Tidak, sebenarnya kalian lah yang telah menyakiti anak-anak kalian sendiri, dengan memberi mereka jalan pintas menuju kenyamanan semu. Anda menginginkan dunia tanpa tantangan, tanpa kesulitan di mana anak-anak kalian bisa berlindung di bawah naungan empuknya keistimewaan, tanpa harus merasakan kerasnya kehidupan. Kalian mengasuh mereka dengan kelembutan yang berlebihan, seakan mereka tak akan pernah menghadapi dunia nyata. Kalian mengajari mereka untuk menjadi lemah, untuk berpikir bahwa kegagalan adalah hal yang perlu dihindari, bukan untuk dihadapi.
Jika kalian berpikir bahwa anak-anak kalian akan lebih bahagia dengan menghapus sistem yang telah terbukti mendidik mereka dengan keras, maka mari kita bayangkan apa yang akan terjadi pada generasi mendatang? IQ 120? Tak lebih dari angka yang bisa diperdebatkan. Mengapa harus memikirkan remedial? Bukankah itu merupakan sebuah fasilitas dan kesempatan yang diberikan oleh guru? Apalah artinya kalian tanpa remedial. Dan setelah diberlakukannya kurikulum merdeka, yang konon katanya sudah meringankan beban, kalian masih merasa itu kurang? Saya yakin jika A30, sebuah generasi berjuang di medan pendidikan yang modern ini, dibawa ke zaman dahulu, mereka bahkan tak akan punya energi bahkan hanya untuk menangis. Mereka akan terkejut karena dunia yang kalian tawarkan terlalu lembek, terlalu nyaman untuk menumbuhkan ketangguhan.
God, save us. Kalau ini yang terjadi, kita harus bertanya, seperti apa masa depan bangsa ini jika yang mengarahkannya adalah orang-orang dengan cara berpikir sempit dan naif? Apakah kita ingin kemajuan digantikan dengan kemanjaan? Indonesia Cemas 2045. Selamat datang para putra-putri terbaik papa mama!